Rabu, 15 April 2015

Perilaku merokok pada kalangan remaja

Perilaku merokok pada kalangan remaja
By : M. Syaifudin
Abstrak
          Merokok adalah suatu kegiatan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan social. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberi pengetahuan mengenai dampak negatif dari perilaku merokok dan membahas adanya hubungan empati dengan perilaku remaja yang merokok.merokok memiliki dampak dari segi psikis maupun psikologis. Semakin tinggi empati seorang perokok, semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat umum. Sebaliknya, semakin rendah empati seorang perokok, semakin sering ia merokok di tempat-tempat umum.

A. Pendahuluan
Latar belakang Penulisan
          Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Jantung koroner,kanker, stroke, kanker kulit, diabetes, gigi keropos dan tekanan darah tinggi merupakan contoh dari penyakit-penyakit tersebut. Hardinge, dkk. (2001) mengemukakan bahwa merokok adalah salah satu kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat itu. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa perilaku merokok tidak hanya menyebabkan berbagai macam penyakit tetapi juga dapat memperberat sejumlah penyakit lainnya. White & Watt (1981) mengungkapkan bahwa seorang perokok yang menghisap 1-9 batang rokok perhari akan mengalami pemendekan umur sekitar 5,5 tahun. Dalam membahas perilaku merokok, perlu ditelaah terlebih dahulu alasan mengapa seseorang merokok sementara orang lain tidak merokok. Aritonang (1997) menulis bahwa merokok adalah perilaku yang kompleks, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, lingkungan sosial, kondisi psikologis, conditioning, dan keadaan fisiologis. Secara kognitif, para perokok tidak memperlihatkan keyakinan yang tinggi terhadap bahaya yang didapat dari merokok. Mereka beranggapan bahwa merokok tidak merusak kesehatan asal diimbangi dengan olahraga secara teratur dan mengkonsumsi makanan bergizi. Bila ditinjau dari aspek sosial, sebagian besar perokok menyatakan bahwa mereka merokok karena terpengaruh oleh orang-orang lain di sekitarnya. ‘Demi pergaulan’ adalah alasan yang paling sering dikemukakan oleh perokok pada saat ditanya mengapa mereka merokok. Secara psikologis, perilaku merokok dilakukan untuk relaksasi, mengurangi ketegangan dan melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi. Terlepas dari alasan apa yang mendorong seseorang merokok, hampir dapat dipastikan bahwa mereka akan memperoleh perasaan yang menyenangkan. Pada kondisi inilah bangkit hasrat untuk mengulangi perilaku tersebut (conditioning). Pada saat yang bersamaan, nikotin pada rokok dapat menimbulkan perasaan tergantung (Glasgow dan Bernstein, dalam Aritonang, 1997). Efek toleran yang disebabkan oleh nikotin sesungguhnya relatif ringan, tetapi sifat adiktifnya dapat menyebabkan tubuh tergantung dan termanifestasi dalam bentuk pusing-pusing, mudah gugup, lesu, sakit kepala, dan perasaan cemas (Theodorus, dalam Komarasari, 2000).


Rumusan Masalah
          Masa pencarian jati diri pada remaja seringkali menunjukkan tingkah laku yang susah diatur, mudah emosional, mudah terangsang dan banyak mengalami konflik dalam dirinya maupun lingkungan(Sarwono, 2002). remaja cenderung mudah untuk terpengaruh dalam hal-hal negatif tanpa berpikir panjang. Apa dampak yang terjadi,  salah satunya adalah remaja yang memutuskan untuk menjadi seorang pecandu rokok. Meskipun itu dalam kategori pecandu rokok ringan.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah memberi pengetahuan dan informasi kepada para pembaca, khususnya remaja mengenai dampak negatif dari perilaku merokok. selain itu penulis juga akan membahas adanya hubungan empati dengan perilaku remaja yang merokok.

Manfaat Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan pada remaja bahwa perilaku merokok adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri baik dari segi fisik maupun psikologis.



B. Kajian Teoritis
 Definisi Remaja
          Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
           Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2) Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3) Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.  
4) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih, 2004).

Pengertian Jati Diri

Masa remaja adalah masa dimana mereka melalui proses pencarian jati diri, kerap diartikan sebagai identitas diri, pada masa itu para remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri. Masa pencarian identitas adalah masalah yang sangat penting, dan dalam masa ini melibatkan peran dari banyak orang.
Secara singkat, arti jati diri adalah kamu yang sebenarnya. Ada beberapa pengertian secara luas, yaitu sebagai berikut :
1.      Jati diri adalah kepribadian yang muncul pada diri seseorang secara alami dengan kronologi tertentu.
2.      Jati diri adalah suatu proses penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai luhur yang terpancar dari hati nurani melalui mata hati.
3.      Jati diri adalah suatu pengetahuan tentang siapa kita sebenarnya.
4.      Jati diri adalah ciri-ciri atau gambaran seseorang yang dilihat dari jiwa dan daya gerak dari dalam.
Menurut psikologi anak dan remaja dari Empati Development Center,    Dra. Roslina Verauli, MPsi, “Identitas diri sebetulnya cara bagaimana seseorang melihat dirinya, identitas diri juga dikenal dengan istilah konsep diri.”
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, jati diri adalah ekspresi batin mengenai tempat dan peran kita di dunia ini, guna menemukan arti kehidupan yang hakiki, sebagai tuntunan hidup dalam menemukan kebahagiaan sejati di hidup kita.

Pengertian merokok
          Merokok adalah suatu kegiatan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900ºC untuk ujung rokok yang dibakar dan 30ºC untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel (Sitepoe, 2000).
          Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua golongan yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah seseorang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun ikut mengisap asap sampingan atau asap utama yang dihembuskan oleh perokok aktif.  Dari pengamatan yang dilaporkan, menunjukkan bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun yang ada pada asap rokok ketimbang perokok aktif.
          Menurut bustan (1997) terdapat tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Yang dikatakan perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1 - 10 batang rokok setiap harinya, perokok sedang menghisap 11 – 20 batang setiap hari, dan perokok berat menghisap lebih dari 20 batang rokok setiap hari
Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif.
Kandungan dan efek negatif rokok
          Tiap batang rokok mengandung kurang lebih 4000 zat kimia. Dan dari 4000 zat kimia tersebut 400 diantaranya dinyatakan sebagai bahan kima yang sangat membahayakan bagi tubuh seseorang. Dan terdapat dalam zat tersebut adalah bahan Tar yang merupakan bahan baku aspal, Nikotin adalah zat yang menimbulkan kanker paru-paru, ada pula karbon monoksida yang setara dengan asap knalpot kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan kematian
          Asap rokok mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia, formaldehid,hidrosianida dan lain-lain (Sitepoe, 2000).
Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat seseorang akan terganggu kesehatan bila merokok secara terus menerus. Hal ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang diisap. Nikotin bersifat adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok secara terus-menerus. sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak sepuluh kali isapan dan menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan rokok per tahun mencapai 70.000 kali.
Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan syaraf juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan meningkatkan agresi sel pembekuan darah (Sitepoe, 2000).
Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Rokok juga mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin (Sitepoe, 2000).

C. Pembahasan
Awal mula remaja merokok
          Ada banyak alasan yang melatar belakangi perilaku merokok pada remaja. Secara umum menurut Kurt Lewin, bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari dalam remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (Gatchel, 1989) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan social. Upayaupaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris. Seperti yang dikatakan oleh Brigham (1991) bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Di sisi lain, saat pertama kali mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian dari para pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan rokok). Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stress. Secara manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat difahami jika para perokok sulit untuk berhenti merokok. Dikatakan Klinke & Meeker (dalam Aritonang, 1997) bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, pengalaman yang menyenangkan, dan relaksasi.
         
Empati Dan Perilaku Merokok remaja Di tempat Umum
           Dalam tulisan ini, pemahaman terhadap kondisi atau keadaan orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat mereka berada di tempat umum. Johnson dkk (1983) mengemukakan bahwa empati adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seorang yang empati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik. Batson dan Coke (Brigham, 1991) mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kemampuan merasakan perasaan ini membuat seorang yang empati seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain (Eisenberg dan Fabes, 1989). Apabila ia seorang perokok, ia akan mampu mengendalikan diri untuk tidak merokok di tempat-tempat umum karena menyadari bahwa rokok tidak hanya berbahaya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Koestner dan Franz (1990) yang mengartikan empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut. Kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari empati. Tanpa kemampuan ini orang dapat menjadi terasing, salah menafsirkan perasaan sehingga mati rasa atau tumpulnya perasaan yang berakibat rusaknya hubungan. Salah satu wujud kurangnya empati adalah ketika seseorang cenderung menyamaratakan orang lain dengan dirinya, bukan memandangnya sebagai individu yang unik. Pada tingkat yang lebih rendah, empati mensyaratkan kemampuan membaca emosi orang lain, pada dataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di tataran yang paling tinggi empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Goleman (2000) mengemukakan prasyarat untuk dapat melakukan empati adalah kesadaran diri, mengenali sinyalsinyal perasaan yang tersembunyi dalam  reaksi-reaksi tubuh sendiri. Dengan kata lain, seseorang hanya dapat berempati apabila mereka sudah terlebih dahulu mengenali diri sendiri (Boyatzis et all., 2000). Brammer dan Mc Donald (dalam  Munawaroh, 1999) mengungkapkan bahwa pengenalan diri sendiri ini dapat membantu individu dalam berupaya menempatkan diri pada internal frame of reference orang lain, tanpa kehilangan objektivitasnya.     Dalam konteks perilaku merokok, perokok memahami bahwa orang yang hadir di sekitarnya tidak semuanya menyukai rokok. Selanjutnya, di samping kemampuan kognitif, empati juga melibatkan  kemampuan afektif, yaitu respon emosional yang sesuai, sehingga apabila perokok memahami bahwa ada orang yang tidak suka dengan rokok, mereka akan mampu merasakan betapa penatnya berada di antara asap dan bau rokok walaupun  mereka sesungguhnya menikmati bau dan rasa itu. Lebih jauh empati membutuhkan pengambilan keputusan untuk bertindak dengan perspektif afektif, sehingga pemahaman dan perasaan tersebut di atas diwujudkan dalam bentuk perilaku. Dengan demikian perokok aktif yang mempunyai empati akan dengan kesadaran diri bisa lebih bersikap toleran atau menghargai perasaan orang lain sewaktu ia berada di tempat umum, misalnya ruang rapat, kampus atau sekolah, kendaraan umum dan tempat-tempat umum lainnya, sehingga ia tidak akan merokok atau langsung mematikan putung rokoknya ketika ada teman yang datang. Berdasarkan paparan di atas, dirumuskan suatu hipotesis ada hubungan negatif antara empati dengan perilaku merokok di tempat umum. Semakin tinggi empati seorang perokok, semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat umum. Sebaliknya, semakin rendah empati seorang perokok, semakin sering ia merokok di tempat-tempat umum.

Efek merokok dari segi psikologis
                Meskipun sering tak dirasakan, efek merokok dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Satu hal yang paling sering dialami oleh perokok adalah efek psikologis nikotin yang membuat seseorang merasa harus selalu menghisap asap rokok, sehingga banyak perokok menjadi terikat pada kebiasaan buruk ini.
Hal ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas St. George's dan Universitas Hertfordshire. Penelitian ini mengungkap bahwa para perokok memiliki perilaku yang berlebihan dalam banyak hal, seperti makan, minum, dan menghisap rokok. Kondisi ini mengakibatkan para perokok merasa berat secara mental untuk lepas dari rokok yang kemudian menyebabkan mereka tetap kecanduan rokok.
Otak perokok yang telah sangat akrab dengan nikotin secara umum menimbulkan reaksi ketergantungan. Pada awalnya efek merokok dirasakan dapat menenangkan atau relaksasi, sehingga otak terdorong untuk selalu merasa nyaman jika telah mendapat pasokan nikotin. Pada saat yang bersamaan nikotin meracuni otak yang mengatur sistem mental untuk selalu memperoleh nikotin dari rokok.
Peneliti meyakini bahwa efek merokok dapat memicu seseorang megalami penyakit skizofrenia. Nikotin yang berasal dari rokok mempengaruhi sel otak untuk memproduksi dopamine (hormon penenang) lebih banyak. Akibatnya terjadilah ketidakseimbangan kadar dopamine dalam otak yang memicu penyakit gangguan mental yang disebut skizofrenia. Tercatat hampir 90% penderita penyakit ini adalah perokok aktif. Penyakit ini memiliki gejala hilangnya respon emosional dan sosial, halusinasi, dan delusi.

Di sisi lain, efek merokok pada wanita hamil memberikan pengaruh buruk bagi psikologis janin saat ia lahir dan tumbuh dewasa kelak. Riset yang dilakukan oleh National Institute on Drug Abuse (NIDA) pada tahun 2001 memperoleh hasil bahwa paparan tembakau saat janin berada dalam kandungan ibu menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki kecenderungan kuat memiliki sifat atau perilaku psikologis yang negatif pada usia balita hingga remaja, seperti kasar, impulsif, memukul, menggigit, memberontak, dan depresi.


Efek rokok dari segi psikis
Dampak paru-paru
          Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM).
Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih sering.

Dampak terhadap jantung
          Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.
Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif.
Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti.
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.
Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.
Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah.
Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
Penyakit jantung koroner
          Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.
Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.
PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan berakhir dengan amputasi.
Penyakit (stroke)
          Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus lebih mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam langkah pertahanan melawan AIDS.

Langkah-langkah pencegahan rokok di usia remaja

          Dalam mengatasi perilaku remaja perokok. Hal yang bisa dilakukan salah satunya adalah melalui pembentukan konsep diri yang baik pada remaja. Peranan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sangat mendukung untuk membentuk konsep diri yang baik tersebut.
          Diantaranya ialah, memberikan pemahaman pada anak tentang bahaya merokok.kandungan yang ada pada rokok dan dampak  rokok bagi kesehatan.  Orang tua juga harus mengetahui siapa teman sebayanya. Orang tua juga harus menempatkan anak pada lingkungan yang bebas rokok sekaligus anti rokok. Dengan demikian anak tersebut akan mengikuti budaya yang ada pada lingkungan tersebut. Jika  lingkungan tersebut mendukung anak untuk anti terhadap rokok, maka bisa dipastikan perilaku anak akan mengikuti pula budaya anti rokok.

Kesimpulan
          Merokok memiliki berbagai dampak negatif yang sangat merugikan. Baik dari segi psikis maupun psikologis.  Dari segi psikis diantaranya adalah gangguan pada paru-paru, jantung, stroke, penyumbatan pembulu darah dan bisa berimbas pada kematian. Dari segi psikologis merokok dapat menimbulkan gangguan depresi, kecemasan, dan scizofrenia.
          Semakin tinggi empati seorang perokok, semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat umum. Sebaliknya, semakin rendah empati seorang perokok, semakin sering ia merokok di tempat-tempat umum.










Daftar pustaka
Sarwono, 2002. Psikologi remaja, jakarta: raja grafindo
Hurlock,1992.Psikologi perkembangan, jakarta: erlangga
Aditama, T. Y. 1997. Rokok dan Kesehatan. Jakarta. UI Press.

Ramdhani neila. 2003. Empati dan perilaku merokok ditempat umum. Jurnal psikologi. Vol 2. 81-90

Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

https://meteorguitar.wordpress.com/dampak-merokok-pada-kesehatan


                    

1 komentar: