Perilaku merokok pada kalangan
remaja
By
: M. Syaifudin
Abstrak
Merokok
adalah suatu kegiatan membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. perilaku merokok selain disebabkan
faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Remaja mulai
merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa
perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam
masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena
ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan social. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk memberi
pengetahuan mengenai dampak negatif dari perilaku merokok dan membahas adanya
hubungan empati dengan perilaku remaja yang merokok.merokok memiliki dampak
dari segi psikis maupun psikologis. Semakin
tinggi empati seorang perokok, semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat
umum. Sebaliknya, semakin rendah empati seorang perokok, semakin sering ia
merokok di tempat-tempat umum.
A. Pendahuluan
Latar belakang Penulisan
Kesehatan
merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak
penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi lebih
disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Jantung koroner,kanker,
stroke, kanker kulit, diabetes, gigi keropos dan tekanan darah tinggi merupakan
contoh dari penyakit-penyakit tersebut. Hardinge, dkk. (2001) mengemukakan
bahwa merokok adalah salah satu kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat itu.
Lebih lanjut dikemukakannya bahwa perilaku merokok tidak hanya menyebabkan
berbagai macam penyakit tetapi juga dapat memperberat sejumlah penyakit
lainnya. White & Watt (1981) mengungkapkan bahwa seorang perokok yang
menghisap 1-9 batang rokok perhari akan mengalami pemendekan umur sekitar 5,5
tahun. Dalam membahas perilaku merokok, perlu ditelaah terlebih dahulu alasan
mengapa seseorang merokok sementara orang lain tidak merokok. Aritonang (1997)
menulis bahwa merokok adalah perilaku yang kompleks, karena merupakan hasil
interaksi dari aspek kognitif, lingkungan sosial, kondisi psikologis, conditioning,
dan keadaan fisiologis. Secara kognitif, para perokok tidak memperlihatkan
keyakinan yang tinggi terhadap bahaya yang didapat dari merokok. Mereka
beranggapan bahwa merokok tidak merusak kesehatan asal diimbangi dengan
olahraga secara teratur dan mengkonsumsi makanan bergizi. Bila ditinjau dari
aspek sosial, sebagian besar perokok menyatakan bahwa mereka merokok karena
terpengaruh oleh orang-orang lain di sekitarnya. ‘Demi pergaulan’ adalah alasan
yang paling sering dikemukakan oleh perokok pada saat ditanya mengapa mereka
merokok. Secara psikologis, perilaku merokok dilakukan untuk relaksasi,
mengurangi ketegangan dan melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi.
Terlepas dari alasan apa yang mendorong seseorang merokok, hampir dapat
dipastikan bahwa mereka akan memperoleh perasaan yang menyenangkan. Pada
kondisi inilah bangkit hasrat untuk mengulangi perilaku tersebut (conditioning).
Pada saat yang bersamaan, nikotin pada rokok dapat menimbulkan perasaan
tergantung (Glasgow dan Bernstein, dalam Aritonang, 1997). Efek toleran yang
disebabkan oleh nikotin sesungguhnya relatif ringan, tetapi sifat adiktifnya
dapat menyebabkan tubuh tergantung dan termanifestasi dalam bentuk
pusing-pusing, mudah gugup, lesu, sakit kepala, dan perasaan cemas (Theodorus,
dalam Komarasari, 2000).
Rumusan Masalah
Masa pencarian jati diri pada remaja
seringkali menunjukkan tingkah laku yang susah diatur, mudah emosional, mudah
terangsang dan banyak mengalami konflik dalam dirinya maupun
lingkungan(Sarwono, 2002). remaja cenderung mudah untuk terpengaruh dalam
hal-hal negatif tanpa berpikir panjang. Apa dampak yang terjadi, salah satunya adalah remaja yang memutuskan
untuk menjadi seorang pecandu rokok. Meskipun itu dalam kategori pecandu rokok
ringan.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini
adalah memberi pengetahuan dan informasi kepada para pembaca, khususnya remaja
mengenai dampak negatif dari perilaku merokok. selain itu penulis juga akan
membahas adanya hubungan empati dengan perilaku remaja yang merokok.
Manfaat Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk
memberikan pengetahuan pada remaja bahwa perilaku merokok adalah perbuatan yang
merugikan diri sendiri baik dari segi fisik maupun psikologis.
B.
Kajian Teoritis
Definisi Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti
yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan
fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat
yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan
dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon
(dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau
peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa
dewasa.
Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa
remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22
tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan
masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan
seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa
menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan,
terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1) Pada
buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak
telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2) Menurut
undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang
belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3) Menurut
undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur
16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4)
Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja
apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk
anak-anak laki-laki.
5)
Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur
18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO,
remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih,
2004).
Pengertian Jati Diri
Masa remaja adalah masa dimana mereka
melalui proses pencarian jati diri, kerap diartikan sebagai identitas diri,
pada masa itu para remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri. Masa
pencarian identitas adalah masalah yang sangat penting, dan dalam masa ini
melibatkan peran dari banyak orang.
Secara singkat, arti jati diri adalah kamu
yang sebenarnya. Ada beberapa pengertian secara luas, yaitu sebagai berikut :
1. Jati diri adalah kepribadian yang muncul pada diri seseorang
secara alami dengan kronologi tertentu.
2. Jati diri adalah suatu proses penumbuhan dan pengembangan
nilai-nilai luhur yang terpancar dari hati nurani melalui mata hati.
3. Jati diri adalah suatu pengetahuan tentang siapa kita sebenarnya.
4. Jati diri adalah ciri-ciri atau gambaran seseorang yang dilihat
dari jiwa dan daya gerak dari dalam.
Menurut psikologi anak dan remaja dari Empati Development Center, Dra.
Roslina Verauli, MPsi, “Identitas diri sebetulnya cara bagaimana seseorang
melihat dirinya, identitas diri juga dikenal dengan istilah konsep diri.”
Dari beberapa uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa, jati diri adalah ekspresi batin mengenai tempat dan peran
kita di dunia ini, guna menemukan arti kehidupan yang hakiki, sebagai tuntunan
hidup dalam menemukan kebahagiaan sejati di hidup kita.
Pengertian merokok
Merokok adalah suatu kegiatan membakar
tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun
menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah
900ºC untuk ujung rokok yang dibakar dan 30ºC untuk ujung rokok yang terselip
di antara bibir perokok. Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup
melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang yang
bersama gas terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang
diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel (Sitepoe,
2000).
Perokok pada garis besarnya dibagi
menjadi dua golongan yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif
adalah seseorang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya, sedangkan
perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun ikut mengisap asap
sampingan atau asap utama yang dihembuskan oleh perokok aktif. Dari pengamatan yang dilaporkan, menunjukkan
bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun yang ada pada asap
rokok ketimbang perokok aktif.
Menurut bustan (1997) terdapat tiga
tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap.
Yang dikatakan perokok ringan adalah perokok yang menghisap 1 - 10 batang rokok
setiap harinya, perokok sedang menghisap 11 – 20 batang setiap hari, dan
perokok berat menghisap lebih dari 20 batang rokok setiap hari
Asap rokok yang
diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang
terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke
udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan
seseorang menjadi perokok pasif.
Kandungan dan efek
negatif rokok
Tiap batang rokok mengandung kurang
lebih 4000 zat kimia. Dan dari 4000 zat kimia tersebut 400 diantaranya
dinyatakan sebagai bahan kima yang sangat membahayakan bagi tubuh seseorang.
Dan terdapat dalam zat tersebut adalah bahan Tar yang merupakan bahan baku
aspal, Nikotin adalah zat yang menimbulkan kanker paru-paru, ada pula karbon
monoksida yang setara dengan asap knalpot kendaraan bermotor yang dapat
menimbulkan kematian
Asap rokok mengandung 4000 jenis bahan
kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh.
Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri daripada
nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik hidrokarbon, logam berat
dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas
adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia, formaldehid,hidrosianida
dan lain-lain (Sitepoe, 2000).
Beberapa bahan kimia
yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu
kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam
berat seseorang akan terganggu kesehatan bila merokok secara terus menerus. Hal
ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang diisap. Nikotin bersifat
adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok secara
terus-menerus. sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak sepuluh
kali isapan dan menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan
rokok per tahun mencapai 70.000 kali.
Nikotin
bersifat toksis terhadap jaringan syaraf juga menyebabkan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung
seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah
koroner bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin
meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan
meningkatkan agresi sel pembekuan darah (Sitepoe, 2000).
Tar mempunyai bahan kimia yang beracun
yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker.
Rokok juga mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya
kemampuan darah untuk membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang
bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin (Sitepoe, 2000).
C.
Pembahasan
Awal
mula remaja merokok
Ada
banyak alasan yang melatar belakangi perilaku merokok pada remaja. Secara umum
menurut Kurt Lewin, bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan
individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam
diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Faktor dari dalam remaja dapat dilihat
dari kajian perkembangan remaja. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson
(Gatchel, 1989) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami
pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya.
Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena
ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan social. Upayaupaya untuk
menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan
masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara
kompensatoris. Seperti yang dikatakan oleh Brigham (1991) bahwa perilaku
merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan,
kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Di sisi lain, saat
pertama kali mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah
batuk-batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian dari
para pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya berlanjut menjadi
kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini
dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala
ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan
rokok). Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan
bergeser menjadi yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah
adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stress. Secara
manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang
mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat
difahami jika para perokok sulit untuk berhenti merokok. Dikatakan Klinke &
Meeker (dalam Aritonang, 1997) bahwa motif para perokok adalah relaksasi.
Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, pengalaman
yang menyenangkan, dan relaksasi.
Empati
Dan Perilaku Merokok remaja Di tempat Umum
Dalam tulisan ini, pemahaman terhadap kondisi
atau keadaan orang lain sangat dibutuhkan oleh perokok, terutama pada saat
mereka berada di tempat umum. Johnson dkk (1983) mengemukakan bahwa empati
adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain.
Seorang yang empati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu
mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik.
Batson dan Coke (Brigham, 1991) mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan
emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan
oleh orang lain. Kemampuan merasakan perasaan ini membuat seorang yang empati
seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain (Eisenberg dan
Fabes, 1989). Apabila ia seorang perokok, ia akan mampu mengendalikan diri
untuk tidak merokok di tempat-tempat umum karena menyadari bahwa rokok tidak
hanya berbahaya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain. Pendapat senada juga
dikemukakan oleh Koestner dan Franz (1990) yang mengartikan empati sebagai
kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain tanpa
harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut.
Kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya
merupakan intisari empati. Tanpa kemampuan ini orang dapat menjadi terasing,
salah menafsirkan perasaan sehingga mati rasa atau tumpulnya perasaan yang
berakibat rusaknya hubungan. Salah satu wujud kurangnya empati adalah ketika
seseorang cenderung menyamaratakan orang lain dengan dirinya, bukan
memandangnya sebagai individu yang unik. Pada tingkat yang lebih rendah, empati
mensyaratkan kemampuan membaca emosi orang lain, pada dataran yang lebih
tinggi, empati mengharuskan seseorang mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan
atau perasaaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di tataran
yang paling tinggi empati adalah menghayati masalah-masalah atau
kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Goleman (2000)
mengemukakan prasyarat untuk dapat melakukan empati adalah kesadaran diri,
mengenali sinyalsinyal perasaan yang tersembunyi dalam reaksi-reaksi tubuh sendiri. Dengan kata
lain, seseorang hanya dapat berempati apabila mereka sudah terlebih dahulu
mengenali diri sendiri (Boyatzis et all., 2000). Brammer dan Mc Donald
(dalam Munawaroh, 1999) mengungkapkan
bahwa pengenalan diri sendiri ini dapat membantu individu dalam berupaya
menempatkan diri pada internal frame of reference orang lain, tanpa
kehilangan objektivitasnya. Dalam
konteks perilaku merokok, perokok memahami bahwa orang yang hadir di sekitarnya
tidak semuanya menyukai rokok. Selanjutnya, di samping kemampuan kognitif,
empati juga melibatkan kemampuan
afektif, yaitu respon emosional yang sesuai, sehingga apabila perokok
memahami bahwa ada orang yang tidak suka dengan rokok, mereka akan mampu
merasakan betapa penatnya berada di antara asap dan bau rokok walaupun mereka sesungguhnya menikmati bau dan rasa
itu. Lebih jauh empati membutuhkan pengambilan keputusan untuk bertindak dengan
perspektif afektif, sehingga pemahaman dan perasaan tersebut di atas diwujudkan
dalam bentuk perilaku. Dengan demikian perokok aktif yang mempunyai empati akan
dengan kesadaran diri bisa lebih bersikap toleran atau menghargai perasaan
orang lain sewaktu ia berada di tempat umum, misalnya ruang rapat, kampus atau
sekolah, kendaraan umum dan tempat-tempat umum lainnya, sehingga ia tidak akan
merokok atau langsung mematikan putung rokoknya ketika ada teman yang datang.
Berdasarkan paparan di atas, dirumuskan suatu hipotesis ada hubungan negatif
antara empati dengan perilaku merokok di tempat umum. Semakin tinggi empati
seorang perokok, semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat umum.
Sebaliknya, semakin rendah empati seorang perokok, semakin sering ia merokok di
tempat-tempat umum.
Efek merokok dari segi psikologis
Meskipun sering
tak dirasakan, efek merokok dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang.
Satu hal yang paling sering dialami oleh perokok adalah efek psikologis nikotin
yang membuat seseorang merasa harus selalu menghisap asap rokok, sehingga
banyak perokok menjadi terikat pada kebiasaan buruk ini.
Hal
ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas St. George's dan
Universitas Hertfordshire. Penelitian ini mengungkap bahwa para perokok memiliki
perilaku yang berlebihan dalam banyak hal, seperti makan, minum, dan menghisap
rokok. Kondisi ini mengakibatkan para perokok merasa berat secara mental untuk
lepas dari rokok yang kemudian menyebabkan mereka tetap kecanduan rokok.
Otak
perokok yang telah sangat akrab dengan nikotin secara umum menimbulkan reaksi
ketergantungan. Pada awalnya efek merokok dirasakan dapat menenangkan atau
relaksasi, sehingga otak terdorong untuk selalu merasa nyaman jika telah
mendapat pasokan nikotin. Pada saat yang bersamaan nikotin meracuni otak yang
mengatur sistem mental untuk selalu memperoleh nikotin dari rokok.
Peneliti
meyakini bahwa efek merokok dapat memicu seseorang megalami penyakit
skizofrenia. Nikotin yang berasal dari rokok mempengaruhi sel otak untuk
memproduksi dopamine (hormon penenang) lebih banyak. Akibatnya terjadilah
ketidakseimbangan kadar dopamine dalam otak yang memicu penyakit gangguan
mental yang disebut skizofrenia. Tercatat hampir 90% penderita penyakit ini
adalah perokok aktif. Penyakit ini memiliki gejala hilangnya respon emosional
dan sosial, halusinasi, dan delusi.
Di
sisi lain, efek merokok pada wanita hamil memberikan pengaruh buruk bagi
psikologis janin saat ia lahir dan tumbuh dewasa kelak. Riset yang dilakukan
oleh National Institute on Drug Abuse (NIDA) pada tahun 2001 memperoleh hasil
bahwa paparan tembakau saat janin berada dalam kandungan ibu menyebabkan bayi
yang dilahirkan memiliki kecenderungan kuat memiliki sifat atau perilaku
psikologis yang negatif pada usia balita hingga remaja, seperti kasar,
impulsif, memukul, menggigit, memberontak, dan depresi.
Efek rokok dari segi psikis
Dampak paru-paru
Merokok dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada
saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus
bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan
hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan
paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul
perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini
menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM).
Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk
emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5
dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,
terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara
tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker
paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti
benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga
tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan
perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali
lebih sering.
Dampak terhadap jantung
Banyak penelitian telah
membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari
11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari
setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah
penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986
dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7
persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung
tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga
berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.
Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main
stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap
tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan
asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain
atau perokok pasif.
Telah ditemukan 4.000 jenis
bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak didapatkan
pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak
ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak
50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang
setelah rokok berhenti.
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua
bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai
oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung.
Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.
Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit
(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung
persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO
menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan
mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah).
Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas
darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.
Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak
endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan
darah.
Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan
bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah
perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
Penyakit jantung koroner
Merokok terbukti merupakan
faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner
berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.
Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding
pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.
PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah atau
tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan berakhir
dengan amputasi.
Penyakit (stroke)
Penyumbatan pembuluh darah
otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko
stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok.
Dalam penelitian yang dilakukan
di Amerika Serikat dan Inggris, didapatkan kebiasaan merokok memperbesar
kemungkinan timbulnya AIDS pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS
timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul
setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus
lebih mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam
langkah pertahanan melawan AIDS.
Langkah-langkah pencegahan rokok di
usia remaja
Dalam
mengatasi perilaku remaja perokok. Hal yang bisa dilakukan salah satunya adalah
melalui pembentukan konsep diri yang baik pada remaja. Peranan orang tua, teman
sebaya, dan lingkungan sangat mendukung untuk membentuk konsep diri yang baik
tersebut.
Diantaranya ialah, memberikan
pemahaman pada anak tentang bahaya merokok.kandungan yang ada pada rokok dan
dampak rokok bagi kesehatan. Orang tua juga harus mengetahui siapa teman
sebayanya. Orang tua juga harus menempatkan anak pada lingkungan yang bebas
rokok sekaligus anti rokok. Dengan demikian anak tersebut akan mengikuti budaya
yang ada pada lingkungan tersebut. Jika lingkungan tersebut mendukung anak untuk anti
terhadap rokok, maka bisa dipastikan perilaku anak akan mengikuti pula budaya
anti rokok.
Kesimpulan
Merokok
memiliki berbagai dampak negatif yang sangat merugikan. Baik dari segi psikis
maupun psikologis. Dari segi psikis
diantaranya adalah gangguan pada paru-paru, jantung, stroke, penyumbatan
pembulu darah dan bisa berimbas pada kematian. Dari segi psikologis merokok
dapat menimbulkan gangguan depresi, kecemasan, dan scizofrenia.
Semakin tinggi empati seorang perokok,
semakin rendah kemungkinannya merokok di tempat umum. Sebaliknya, semakin
rendah empati seorang perokok, semakin sering ia merokok di tempat-tempat umum.
Daftar pustaka
Sarwono,
2002. Psikologi remaja, jakarta: raja grafindo
Hurlock,1992.Psikologi
perkembangan, jakarta: erlangga
Aditama,
T. Y. 1997. Rokok dan Kesehatan. Jakarta. UI Press.
Ramdhani
neila. 2003. Empati dan perilaku merokok ditempat umum. Jurnal psikologi. Vol
2. 81-90
Sitepoe.
2000. Kekhususan Rokok di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
https://meteorguitar.wordpress.com/dampak-merokok-pada-kesehatan
Thanks gan udh share :)
BalasHapusNonton film subtitle english