Makalah Psikologi Dalam Perspektif Islam
Potensi-Potensi Manusia
A.
Pendahuluan
Pada dasarnya manusia diciptakan Allah hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Namun lain dari pada itu manusia juga di beri amanat oleh Allah untuk
mengelola dan memamfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat
hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin. Begitu mulianya manusia diciptakan oleh allah SWT. Dengan diberi
potensi yang sedemikian rupa, maka manusia dapat berpikir dan
memngembangkan potensi yang terdapat pada dirinya. Dan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki tersebut, manusia dibekali
kemampuan untuk terus belajar.
Dalam
pembahasan makala ini penulis akan menjelaskan tentang hekeket
dan beberapa potensi dasar yang dimiliki
oleh manusia. Menurut pendapat Al-Qur’an dan pendapat-pendapat dari tokoh-tokoh
lain.
Semoga
dengan adanya penjelasan tersebut kitta menjadi paham akan hekeket dan potensi manusia dalam segi perspektif islam . Terutama bagi penulis sendiri agar menambah wawasan dan cakrawala tentang manusia di dalam ilmu psikologi perspektif islam.
B. HAKEKAT DAN POTENSI MANUSIA
Hakikat manusia tidak bisa dipisahkan dari ketergantungannya
pada manusia lain,
karena manusia juga dapat disebut sebagai makhluk sosial. Alaxis Carrel yang mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang misterius,
karena derajat perpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan
perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada diluar dirinya. Pendapat
ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan
menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai memahami dari satu aspek
tentang manusia, maka muncul pula aspek yang lainnya.
Menurut Sastraprateja bahwa manusia adalah
makhluk yang historis. Hakikat manusia hanya bisa dilihat dalam perjalanan sejarah-sejarahnya
dan dalam
sejarah bangsa manusia itu sendiri. apa yang di peroleh dari
pengamatan kita atas pengamatan manusia adalah suatu rangkaian anthtropoligical constans, yaitu
dorongan-dorongan dan orientasi yang dimiliki manusia. dari teori
Sastraprateja ada enam antropological
Constant yang dapat
ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia yaitu:
- Relasi
manusia dengan kejasmanian, alam dan lingkungan ekologis
- Ketertiban
dengan sesama
- Keterikatan
dengan struktur sosial dan institusional
- Ketergantungan
masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat
- Hubungan
timbal balik antara teori dan praktek
- Kesadaran
religius dan pemeluk agama
Pengkajian tentang manusia jika dipandang
dari berbagai aspek. Dari segi fisik disebut antropologi fisik. Dari sudut
pandang budaya disebut antropologi budaya, sedangkan yang memandang manusia
dari segi hakikatnya yaitu antropologi filsafat. Dari pandangan filsafat ini
menyebabkan pengkajian tentang hakikat manusia itu tidak pernah berakhir.
Sehingga ada 4 aliran yang berbicara apa itu manusia. Aliran tersebut yaitu :
1. Aliran serba zat yang berfikir serba
rasional dan mengatakan bahwa manusia yang sungguh-sugguh ada itu merupakan zat
dan materi.
2. Aliran serba ruh yang mengatakan
bahwa segala sesuatu yang ada itu hakikatnya adalah berasal dari ruh atau arwah,
begitu juga dengan manusia. Sementara zat hanyalah manifestasi atau sebuah
perwujudan dari ruh.
3. Aliran dualisme yang mengatakan
bahwa segala sesuatu yang ada itu merupakan gabungan dari zat dan ruh. Begitu
jagu dengan manusia, bahwa manusia itu terdiri dari dua substansi yaitu Zat dan
Ruh atau dengan kata lain jasmani dan rohani.
4. Aliran eksistensialisme yang
memandang bahwa manusia bukanlah berasal dari zat maupun ruh akan tetapi dari segi eksistensi manusia
itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.
C. Potensi manusia
Dalam istilah kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patent yang
berarti keras dan kuat. Dalam pemahaman lain, kata potensi mengandung arti
kekuatan, kemampuan, daya,baik yang belum maupun yang sudah terwujud, tetapi
belum sepenuhnya optimal. Sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang
dimaksud potensi adalah kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh seseorang,
namun belum dipergunakan secara maksimal.
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi dapat menjadi perilaku apabila
dikembangkan melalui proses pembelajaran. Manusia tidak akan bisa mewujudkan potensi diri dalam perilaku apabila potensi yang dimiliki itu tidak dikembangkan.
Potensi yang dimiliki oleh manusia dapat berkembang ke arah yang baik maupun
sebaliknya. Jika seseorang hidup
di dalam lingkungan yang tidak baik,
maka potensinya juga akan berkembang ke arah yang tidak baik sehingga
perilakunya cenderung menjadi perilaku yang tidak baik pula. Untuk mencegah perilaku yang tidak
baik, manusia memerlukan usaha yang sadar dan sistematis untuk menangatasinya. Usaha tersebut
diperoleh melalui pendidikan secara formal maupun nonformal, di samping
pendidikan usaha-usaha itu juga dapat dilakukan melalui pergaulan yang baik.Proses untuk mengembangkan
potensi ke arah yang baik itu dilakukan melalui hubungan dengan orang lain atau
interaksi sosial. Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan
alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai
makhluk yang berbudaya. Manusia tidak liar, baik secara social maupun alamiah.
Manusia yang
baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak
mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan
tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan
perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang
benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui
suatu upaya pendidikan.dan berikut ini merupakan beberapa aspek-aspek potensi manusia, antara lain
:
1. Aspek Filosofis
Dalam
hal ini manusia disebut sebagai makhluk
yang ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu
pengetahuan. ‘Animal Rational’ yaitu binatang yang dapat berpikir. ‘Homo Faber’ yaitu makhluk yang dapat bekerja dan menciptakan
sesuatu. ‘Homo
Laquen’yaitu makhluk yang bisa menciptakan bahasa sendiri untuk berkomunikasi. ‘Homo
Religius’, yaitu makhluk yang beragama.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai
makhluk yang disebut ‘Psychophyisik Netral’ atau manusia
yang individual yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan
rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang
merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang
berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat dan akan
saling ketergantungan dengan yang lain.
4. Aspek Pedagogis
Dalam hal
ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu
makhluk yang harus dididik. Jadi disini
pendidikan berfungsmengoptimalkan potensi manusia tanpa
pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia
sebagai makhluk paedagogis membawa
potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut
mampu menjadi khalifah di bumi yang dapat manggunakan potensi dengan bijak.
D. Potensi manusia didalam Al-Qur’an
Di dalam kitab suci Al-Qur’an ada banyak penjelasan yang
membahas tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya (Allah SWT). Manusia
merupakan makhluk yang sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan
akal,pikiran dan nafsu.
Murthada
Mutahhari menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang manusia, yaitu
manusia sebagai suatu makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di bumi,
serta sebagai makhluk semi samawi dan semi duniawi yang didalam dirinya
ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas terpecaya, rasa tanggung jawab terhadap
dirinya maupun alam semesta, langit dan bumi. Akan tetapi manusia sering
melupakan hakikat kedudukannya sebagai hamba Allah.
Di dalam kitab suci
Al-Quran potensi-potensi manusia dikenalkan dengan berbagai macam kata-kata untuk memahami
manusia secara mendalam yaitu al-insan,al-ins,al-basyar,al-nas,dan Bani Adam.
Kata insan jika berasal dari kata anasa mempunyai arti melihat, mengetahui
dan minta izin. Pengertian
ini menunjukkan adanya potensi untuk dapat dilihat pada diri manusia, artinya manusia
merupakan makhluk yang dapat diberikan ilmu pengetahuan. Kemudian
kata insan bila dilihat dari asal kata nasiya yang artinya lupa,
menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang bisa melakukan dari lupa
dan salah.
Al-Ins hampir
semua bersanding dengan kata Al-Jin namun dua kata ini memiliki arti yang berbeda dan berlawanan. Kata Al-Jin
dalam Al-Qur’an menerangkan suasana yang mencekam dan mengerikan, kebuasan,
dan kacau, sedangkan Al-Ins bermakna
kelembutan, jinak, dan kedamaian. Dalam mu’jam ghorib al-quran lil ashfahani
ditambahkan bahwa al-ins berarti berbeda juga dari sekelompok orang. Dikatakan
seperti itu karena banyaknya sifat ramah atau senangnya. Oleh karena itu
dikatakan hewan yang jinak.
Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa manusia berpotensi untuk bertingkah
laku yang lembut Dan labih senang dengan keadaan damai.
Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah
yang artinya permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat
tumbuhnya rambut. kata Al-Basyar ini dinyatakan dalam alqur’an sebanyak
36 kali yang tersebar dalam 26 surat. Pemaknaan manusia dengan al-basyar
memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki
sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti makan, minum,berjalan, dan lain2 yang bersifat jasmaniah
Dari
pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa manusia, dilihat dari kaitannya
dengan kata insan, merupakan makhluk yang berpotensi. Kemudian
jika dikaitkan dengan kata basyar, manusia satu dengan lainnya merupakan
makhluk yang sama dari aspek lahiriyahnya, yaitu makhluk yang memiliki kesamaan
dalam bentuk tubuh, makan dan minum dari sumber yang sama dari alam ini, sama
mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan pada akhirnya akan menemui ajalnya,
kembali kepada Sang pencipta. Jadi pada dasarnya manusia memiliki potensi jasmani
dan rohani. Potensi jasmani mengacu pada kata basyar dan potensi rohani mengacu
pada kata insan. Dengan potensi tersebut mampu menjadikan manusia sebagai
khalifah di muka bumi, sebagai pendukung, penerus dan pengembang kebudayaan.
Kata Al-Nas juga menerangkan di dalam Al-Qur’an
yaitu untuk menunjukkan kepada makna lawan dari binatang buas. Ia diartikan sebagai makhluk
yang senantiasa tunduk dan patuh pada allah. Kata ini
menunjukkan kepada karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil.
Hal ini menggambarkan bahwa potensi manusia yang bisa untuk patuh kepada
aturan-aturan allah, juga
bisa labil dan menjadi pembangkang. namun hanya sebagian manusia yang mau
memmpergunakannya sesuai dengan ajaran Tuhannya. Sedangkan sebagian yang lain
menggunakan potensi tersebut untuk menentang aturan-aturan tuhan.
Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat (Abdul Mukti
Ro’uf, 2008: 39). Adapun kata bani adam yang berarti anak Adam atau keturunan
Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya
(Quraish Shihab, 1996: 278). bani Adam menunjuk pada arti
manusia secara umum (Samsul Nizar,2001: 52). Dalam al-qur’an kata bani
adam merupakan anjuran sekaligus
peringatan Allah kepada
anak adam dalam rangka memuliakan
keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain agar saling bersatu, berbudaya, dan beribadah.
Dari keterangan tersebut dapat dilihat bahwasanya manusia itu berpotensi untuk
saling bersatu dan berbudaya dalam suatu kesatuan.
E. Potensi
Manusia Menurut Agama Islam
Manusia
merupakan makhluk yang sangat luar biasa dengan segala potensi yang
dimilikinya. Pada saat ini telah banyak terjadi perkembangan dan kemajuan yang
dibuat oleh manusia. ini disebabkan oleh potensi otak manusia yang luar biasa
hebat. Kemampuan otak manusia dapat menerima dan menyimpan banyak memori.
Dengan pemanfaatan otak ini manusia telah banyak menciptakan inovasi baru.
Pada
hakikatnya manusia sejak lahirnya telah diberi oleh Allah berbagai macam
potensi. Potensi-potensi tersebut berupa potensi.untuk mendengar (sam’a), potensi
untuk melihat (abshara), dan potensi memahami dengan hati (af-idah). Ketiga
potensi tersebut merupakan potensi dasar yang perlu dikembangkan.Apabila kita
merenungkan sejarah kehidupan manusia diawali sejak Nabi Adam dan anak cucunya
yang mendiami muka bumi ini. Mereka yang dibesarkan oleh perkembangan zaman,
lalu disusul dengan terwujudnya kesejahteraan di bumi yang diikuti dengan
semakin beranekaragamnya
peradaban dari generasi ke generasi. Berikut ini beberapa potensi manusia
menurut agama Islam yang diberikan oleh Allah Swt.
1. Potensi Akal
Manusia
memiliki potensi akal yang dapat berpikir, menyusun
konsep-konsep, menciptakan sesuatu, mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini, manusia
dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi. Namun, faktor penilain manusia
dapat mengarahkan manusia pada kesalahan dan kebenaran.
2. Potensi Fitrah
Manusia pada
saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah tidak selalu dimaknai sebagai sesuatu yang suci.
Fitrah di sini adalah bawaan sejak lahir. Fitrah manusia sejak lahir adalah
membawa agama yang lurus. Namun, kondisi fitrah ini berpotensi tercampur dengan faktor yang lain
dalam proses perkembangannya. Termasuk juga faktor lingkungan.
3. Potensi Ruh
Manusia
memiliki ruh. Banyak pendapat para ahli tentang ruh. Ada yang mengatakan bahwa
ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain memahami ruh pada
manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin.permasalahan ruh ini
memang tidak bisa sepenuhnya dapat
dimengerti manusia karena
manusia memiliki keterbatasan ilmu pengetahuan. dan selebihnya
hanyalah allah yang manetahui urusan ruh. Allah swt berfirman:
Katakanlah, “Ruh adalah urusan Tuhan-Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali
sedikit”. (QS.
Al-Isra: 85)
4. Potensi Qalbu
Qalbu di sini
tidak dimaknai sekadar ‘hati’ yang ada pada manusia. Qalbu lebih
mengarah pada aktivitas rasa yang bolak-balik. Terkadang senang terkadang juga susah.
Kadang setuju kadang menolak.
Qalbu berhubungan
dengan keimanan. Qalbu merupakan wadah dari rasa takut, cinta, kasih
sayang, dan keimanan. Karena qalbu ibarat sebuah wadah, ia berpotensi
menjadi kotor atau tetap bersih.
5. Potensi Nafsu
Dalam bahasa
indonesia nafsu yang
berarti 'dorongan kuat untuk berbuat kurang baik'. Sementara nafsu yang ada
pada manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk, tetapi berpotensi berbuat
baik. Dengan kata lain,nafsu ini berpotensi positif dan negatif.Hakikatnya, nafsu pada diri
manusia cenderung berpotensi positif. Namun, potensi negatif daya tariknya lebih
kuat dari pada potensi positif. Oleh
karena itu, manusia diminta untuk menjaga kesucian nafsunya agar
tidak kotor.
potensi dasar manusia dapat mengambil
wujud dorongan-dorongan naluriah dimana
pada dasarnya manusisa memiliki tiga dorongan nafsu, yaitu :
a. Dorongan
naluri mempertahankan diri
Naluri mempertahankan diri ini terwujud secara
biologis dalam wujud dorongan untuk mencari makanan ketika lapar, menghindari
diri dari bahaya, menjaga diri agar tetap sehat, mencari perlindungan untuk
hidup aman. Dorongan menjaga diri berfungsi melayani dorongan cinta keabadian,
sebab dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis, tubuh sebenarnya telah mengusahakan
kelang sungan hidup seseorang.
Dalam
kitab Al-qur’an ada ayat-ayat yang
menunjukkan tentang naluri manusia untuk mempertahankan diri, di antaranya
pertahanan diri dari lapar,haus,kepanasan, kedinginan,dan kesakitan.
b. Dorongan naluri mengembangkan diri
Naluri
mengembangka diri sendiri juga merupakan sebuah potensi dasar manusia sebagai
bentukan antara rohani dan jasmani. Dimensi jasmani yang statis dihiasi
dimensi rohani melahirkan sebuah unsur
yang dinamika. Dinamika diri ini terarah pada uasah pengembangan diri yag terwujud dalam bentuk pencapaian diri
dalam aspek pengetahuan bahkan pada
bentuk aktualisasi diri. Seperti dorongan rasa ingin tahu dan mempelajari
sesuatu yang belum diketahuinya. pada dorongan inilah yang menjadikan budaya-budaya
manusia makin maju dan makin berkembang.
Dalam konsep islam, pengembangan diri merupakan
sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan
potensi yang ada pada dirinya, sehingga
manjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas akan diberikan kedudukan yang mulia di sisi
Allah.
C.
dorongan Naluri diri mempertahankan jenis
Manusia
ataupun hewan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga agar
jenisnya atau keturunannya tetap berkembang dan tetap hidup. Dorongan nafsu ini
terlihat oleh adanya perjodohan dan perkawinan serta dorongan untuk memelihara
dan mendidik anak-anak mereka.
Dorongan naluri melestarikan keturunan terbagi
manjadi 2 dorongan :
1. Dorongan
seksual
2. Dorongan
keibuan
Dengan
adanya tiga naluri tersebut, maka setiap kebiasaan, tindakan dan sikap manusia
yang dilakukannya setiap hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh oleh tiga
naluri tersebut.Sebagai manusia, fitrah kita cenderung mengarah kepada
hal-hal yang baik dan terpuji. Namun, karena manusia diberi akal, nafsu, dan syahwat. Tetapi karena manusia memiliki hawa nafsu, maka dari
itulah derajat manusia lebih tinggi dari pada malaikat, syetan, bahkan semua
makhluk ciptaan Allah.
Karena di
dalam hadis, Nabi bersabda bahwa golongannyalah yang dapat menyamakan derajat
pahalanya dengan nabi-nabi sebelum Nabi. Itu karena golongan Nabi Muhammad
tidak melihat dan menjumpai nabinya, melainkan hanya menjumpai apa yang telah
ditinggalkan, yaitu Al-Quran dan Hadis.Sebagaimana dalam Al-Quran yang isinya
“Telah aku tinggalkan 2 perkara, di mana jika kalian mengikutinya, kalian tidak
akan tersesat, yaitu kitabillah (Al-Quran) dan sunnati Nabi (hadis Nabi)”.
Sampai ada istilah manusia itu ada di antara setan dan malaikat karena memiliki
potensi berbuat baik dan berbuat buruk.
Sepanjang
menjalani hidup, manusia pasti tidak akan luput dari perbuatan salah. Akan
tetapi, sebaik-baiknya manusia ialah yang berbuat salah dan bisa
manobatiobati.
Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran, yang artinya “Setiap anak turunnya
nabi Adam pasti melakukan kesalahan, sebaik-baiknya kesalahan, yaitu ditobati”.
Namun, jika
perbuatan itu melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya, dapat dikategorikan sebagai
orang yang berakhlak tercela atau buruk. Yang mana kita telah mengetahui orang
yang melakukan perbuatan yang tercela atau buruk, Allah selalu memberikan
balasan yang jelek pula.
Seperti di
dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 14 yang artinya “Barang siapa yang menentang
Allah, Rasul, dan melanggar aturan-aturan-Nya, maka dia akan dimasukkan ke
dalam neraka, dan mereka kekal di dalam neraka”.
Di dalam
hadis Nabi bersabda bahwa di dalam neraka adalah seburuk-buruk tempat
kembali. Di dalam hadis itu juga
diterangkan bahwa api yang ada di neraka itu berwarna hitam, itu karena begitu panasnya di dalam neraka.
Orang yang
masuk ke dalam neraka adalah orang-orang yang berdosa, baik itu dosa kecil
maupun dosa besar. Di zaman sekarang, baik dosa kecil maupun dosa besar,
tingkat ketakutannya itu hampir tidak ada. Banyak orang yang meninggalkan solat
dengan sengaja, tidak berzakat, minum minuman yang memabukkan atau dalam
Al-Quran disebut khomr, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, dan
masih banyak lagi.
Itulah
pekerjaan syetan yang selalu mengganggu anak turun Adam supaya mereka banyak
yang masuk ke dalam neraka. Dan, Allah pun telah meridhokan syetan untuk
mengganggu sebanyak-banyaknya untuk dijerumuskan ke dalam neraka.
Adapun
syetan itu lebih pintar untuk menggoda anak Adam karena syetan telah hidup
berabad-abad tahun. Padahal dalam Al-Quran telah dijelaskan dalam surat Bani
Israil yang artinya, ”Dan janganlah kalian mendekati zina karena zina itu
adalah sejelek-jeleknya perbuatan”.
Tetapi jika
kita sebaliknya, jika kita taat, maka kita akan dimsukkan ke dalam surga.
Seperti dalam surat An-Nisa’ ayat 13 yang artinya, “Barang siapa yang taat
kepada Allah dan rasul, maka dia akan dimasukkan ke dalam surga, yang mana
mereka kekal selamanya di sana”.
Seperti kita
telah ketahui bahwa surga adalah senikmat-nikmatnya tempat. Semua orang pasti
ingin ke sana. Orang-orang yang masuk ke dalam surga ini jelaslah bukan
orang-orang yang senang berbuat tercela. Mereka adalah orang-orang yang selalu
berbuat kebajikan dan ikhlas dengan niat karena Allah.
Refrensi :
Nizar,
Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001
Sholeh,
Abdurrahman, Pengantar Psikologi dalam Perspektif Islam,jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009
Quraish Shihab. 1996.
Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar